Headlines News :
Home » » (Cerpen) Jodohku Karena Restu Allah

(Cerpen) Jodohku Karena Restu Allah

Written By Munawir Borut on Kamis, 29 Maret 2012 | 03.28

 
Kau jadi datang besok Furqon?” kukirim  pesan singkat melalui handphoneku  kepada teman terbaikku. Handphoneku kuletakkan diatas meja. Sambil menunggu  balasan darinya aku membaca sebuah  novel. Berselang lima menit. Handphoneku berbunyi. Pasti  balasan dari Furqon.  Aku berdiri dari tempat tidur dan mulai membaca balasannya.

Waalaikum salam, maaf ini Siapa?”. Aku terkejut membaca balasan singkat darinya. Bagaimana bisa dia tidak mengenalku. Sebelum aku datang ke Ambon. Aku sering berkomunikasi dengannya. Di Bandara Pattimura Furqon sendiri yang menjemputku. Dua hari yang lalu dia datang kerumahku. Aku mulai mengirim pesan kepadanya kembali

Sombong sekali kau, Furqon. Masa sih teman sendiri kau tidak kenal” balasanku terkirim kepadanya. Hanya berdurasi 2 menit handphoneku mulai berbunyi kembali.


“ Maaf ini siapa?” balasannya masih tetap sama. Aku mulai curiga kalau sebenarnya temanku sengaja mempermainkanku. Dengan tenang aku mulai menarik napas. Mengetik kembali pesan kepadanya. Mungkin karean sudah terbiasa dipermainkan seperti ini.  Aku merasa seperti biasa-biasa saja.  Kalau aku hitung dengan tanganku, maka  sudah lebih dari sepuluh kali dia mengerjainku seperti ini. Aku coba menenangkan diriku. Langsung terkirim balasanku kepadanya.

Aku, Fuad teman kecilmu dulu di Ambon”.

“ Fuad siapa ya? balasannya lebih cepat dari sebelumnya. Saat membaca tiba-tiba saja emosiku mulai meranjak tinggi.. Sepertinya aku ingin marah kepadanya. Bagaimana bisa dia tidak mengenalku. Aku ini teman  dekatnya.  Di kamarnya ada fotoku. Ah, menjengkelkan.

Fuad teman kecilmu dulu?

Fuad siapa?”

Aku langsung mencoba menelponya dengan menggunakan handphone milik ibuku. Aku masih ingat nomor handphonenya.

Waalaikum salam, maaf ini siapa” suara lembut terdengar dari handphone ibuku. Aku langsung mematikan handphone. Yang aku tahu dirumah Furqon  tidak ada seorang perempuan terkecuali ibunya sendiri. Furqon anak satu-satunya. Kemudian juga ibunya jarang memakai handphonenya. Aku mulai menarik napas kembali. Menelpon ulang, semogaja bukan wanita itu lagi.

Waalaikum salam, maaf ini siapa?”suara lembut itu kembali terdengar kembali. Aku tidak bertanya lagi. Tidak salam terkecuali aku mematikan handphoneku. Kemudian aku mulai melihat nomor yang kupencet dengan nomor yang kusimpan sebelumnya. Ternyata nomornya berbeda dengan nomor milik Furqon. Aku langsung mengirim balasan kepada wanita itu.

Maaf ya mba, tadi aku salah mengirim pesanya. Aku kira mba itu temanku. Ternyata bukan.. Sekali lagi maaf ya mba”
Aku menunggu balasan darinya. Ketika aku ingin melangkah keluar dari kamar. Handphoneku berdering kembali. Aku dengan cepat membaca balasanya.

Nga apa-apa kok Mas”balasan pesan singkat darinya.
Hatiku mulai sedikit legah dengan balasan  dari wanita itu  yang aku tidak tahu siapa dia sebenarnya. Aku mulai mengirim pesan kepada Furqon kembali dengan nomor yang sebenarnya. Ternyata balasan yang kuterima adalah dari temanku sendiri. Aku mulai tertawa sendiri dengan apa yang terjadi. Kejadian ini sangat memalukan. Rasa bodohku..

“***”

Di warung kopi dekat masjid Raya Alfatah aku akan bertemu dengan Furqon. Dia sudah berjanji akan datang setelah solat Duhur nanti. Tujuanku bertemu dengannya untuk  membicarakan tentang wanita yang akan diperkenalkan denganku. Dari Jakarta aku datang ke Ambon untuk mencari pasanganku. Berharap kalau dia bisa menemukan wanita yang pas buatku.  

Tidak terlalu lama aku menunggunya diwarung kopi. Dari jauh aku sudah melihatnya. Furqon sudah tersenyum kepadaku. Aku hanya membalas sambil menyuruput teh panas.

“ Dari tadi ya Fuad”tanya Furqon tanpa memberikan salam lagi.

“ Baru lima belas menit”

“ Terus gimana”tanyaku kembali. Aku tidak sabaran lagi dengan wanita yang ingin diperkenalkannya kepadaku.

“ Sudah hampir dekat.. Sabarlah sedikit”katanya sambil tertawa mengeluarkan kursi dan duduk.

“Hmm”

Seorang wanita berjilbab memarkirkan motornya. Aku mulai memandang wanita itu dengan seksama. Cantik sekali. Dia tersenyum kepadaku. Yang kupikirkan adalah kenapa juga dia tersenyum denganku. Apa mungkin dia adalah wanita yang diceritakan oleh Furqon. Furqon sudah melihat gerak gerikku yang mulai berbeda. Wanita itu mulai menghampiri kami berdua. Lebih dekat dengan kami, ternyata wajah cantiknya mulai berkilau. Kedua pipinya lesung. Hidungnya mancung.  Dia langsung memberikan salam kepada kami.

“ Fuad ini Nia yang tadi aku sempat bicarakan kepadamu buatmu”kata Fuad sambil berdiri memperkenalkanku kepada seorang wanita didepanku.

“ Fuad”aku menjulurkan tanganku kepadanya.

“ Nia”

“ Mau pesan apa?’tawarku.

“ Apa sajalah asalkan bisa diminum dan dimakan”katanya sambil meletakkan helmnya dibawah meja.
Mulailah kami berdua saling berkenalan. Menceritakan latar belakang kami masing-masing. Nia adalah mantan teman sekampus Furqon. Dia baru saja menyelesaikan S2nya di salah satu universitas terkenal di Jakarta. Sekarang di mengajar di Univerisitas Pattimura sebagai Dosen Sastra. Dan aku juga  salah satu Dosen di Univeristas di Malang. Cerita terus berlangsung sampai dengan menukar  nomor handphoneku dengan Nia.  Mungkin saja perkenalan ini bisa kulanjutkan dengannya  smsan  atau menelponnya nanti.

Ketika aku beranjak pulang. Kemudian beristirahat 1 jam lamanya didalam kamar. Perasaanku tiba-tiba saja berbeda. Ternyata terasa mengingatkan sesuatu yang terlupakan. Aku mulai mengingat wanita dengan suara lembut semalam itu. Dengan mengucapkan basmalah aku langsung mengirimkan pesan kepadanya.

“ Asslamualaikum, Maaf mba,  sudah mengganggu kedua kalinya. Kalau boleh  tahu ini dengan siapa ya?

“ Namaku Mut’mainnah.  Kamu siapa?”balasnya.

“ Fuad”balasan sms pendek dariku mengawali perkenalan. Baru kali ini hatiku sangat berbeda dibalas olehnya. Entah siapa dia. Jantungku berdetak kencang. i. Iramanya juga berbeda. Perasaan ini sangat berbeda ketika bertemua dengan Nia.

“ Apa aku pernah mengenalmu sebelumnya”sms balasan darinya  kembali.

“Belum.”

“ Salam kenal”

“ Boleh tahu kamu tinggalnya dimana.?”balasku kepadanya.

“ Di Silale..Kamu sendiri?”

“ Air Salobar”

Perkanalanya semakin jauh sekali. Aku semakin merasakan sesuatu yang mencuat dari  dalam hatiku. Berkisaran jam 12 malam. Tidak ada lagi balasan darinya. Mungkin saja dia sudah tidur.
Keesokan harinya sampai seminggu aku sering menelpon atau mengirimkan pesan singkat kepadanya sampai-sampai smsan yang dikirim oleh Nia tidak digubrik olehku. Aku lebih senang membalas smsan dengan Mut’mainnah dari pada Nia. Saat aku ditanyakan oleh Fuad soal pekenalanku dengan Nia. Bagaimana perjalanannya. Aku hanya bisa menjawab kepadanya kalau seperti biasa saja. Entah kenapa aku menjawab seperti itu. Tapi seolah-olah mulut ini  bergerak sendiri.

Saat mengenal Mut’mainnah sifatku mulai berbeda. Emosiku mulai menurun. Semua itu terjadi dengan sangat cepat sekali. Aku mulai berasabar. Mungkin ini yang dinamakan cinta. Cinta bisa mengubah sesuatu dengan cepat. Akhirnya aku mengambil keputusan untuk bertemu denganya. Dia membalasnya dengan bahasa yang sangat berbeda.

“ Kamu jangan terkejut disaat melihatku nanti”
Saat itu aku sudah mulai putus asa. Yang ada dibenakku kalau saja dia sudah berumur diatas dariku atau seorang janda. Atau apalah. Karena aku yang meminta untuk bertemu dengannya. Maka aku harus mengatakan iya dengan apa akan yang terjadi nanti. Aku bisa menolak kalau tidak sesuai dengan hatiku.

“ Kita bertemu di Mesjid Jami”balasanku kepadanya.

“Insya Allah..”

Tepat hari senin sehabis solat Duhur. Sesuai dengan kesepakatan kami berdua di depan masjid Jami aku mulai menunggunya. Dan tiba-tiba saja dari kejauhuan aku melihat seorang wanita cantik yang duduk di atas kursi roda hendak datang menghampiruku. Dari jauh lagi dia tersenyum kepadaku. Di belakangnya seorang wanita cantik yang mendorongnya. Sekarang yang ada didalam benakku yang bernama Mut’mainnah pastinya wanita yang menondorong kursi roda itu. Mungkin saja dia sengaja mengerjainku seperti apa yang dilakukan oleh Furqon kepadaku.  Mereka berdua mulai mendekatiku dan memberikan salam.

“ Namamu Fuad ya?’tanya wanita yang duduk diatas kursi roda. Aku terkejut dengan perkenalan pertamaku. Darimana dia tahu namaku?. Saat itu juga aku mulai bimbang dengan apa yang sudah terjadi. Tekejut. Jelas sangat terkejut. Raut wajah wanita yang duduk diatas kursi roda itu terus bercahaya. Mana mungkin aku bisa mencintai orang seperti ini pikirku dari dalam hati. Apakah dia bisa membantuku kelak?

“ Iya, kamu Mut’mainnah?”tanyaku kembali yang masih tidak percaya. Aku menjulurkan tanganku dengan perasaan cemas melihat masa depanku seandainya aku memilihnya untuk menjadi istriku.

“Iya.. Pasti kau terkejut melihatku seperti ini” kata wanita itu sambil tersenyum simpul. Aku tercengan dengan ucapanya. Dia seolah menyindir kalau semua lelaki lebih memilih wanita yang normal atau yang tidak secacat sepertinya.

“ Jangan kau terkejut seperti ini.. Ini bukan yang pertama kalinya aku bertemu dengan lelaki sepertimu.
“ Tidak.. tidak.”aku mulai menyelak.

Kami berdua mulai saling berkenalan kira-kira 1  jam lamanya. Ternyata dia sangat berbeda dengan sebelumnya. Dia lebih lembut dari balasan smsan yang selalu dikirim olehnya. Dan perjumpaan kami sampai pada saat suara azan dikomandangkan. Dia mulai kembali kerumah. Sedangkan aku mulai mengerjakan solat magrib di masjid berjamaah.

****

Seminggu sudah aku tidak mengirimkan sms kepadanya. Dia sudah tahu apa yang terjadi. Mungkin saja aku tidak bisa menerima  apa yang terjadi dengan kondisi Mut’mainnah. Namun perasaan ini semakin membuatku cemas. Kecemasan itu membuatku semakin dekat dengan Allah. Berulang kali aku berdoa ditengah malam. Aku selalu memanjatkan doa kepada-Nya.

Ya Rabb hati ini milik-Mu. Kalau dia adalah jodohku bukakanlah hati ini untuk bisa menerima jodohku dengan kondisi apa-pun.”

Di setiap kali aku tidur wajah Mut’mainnah selalu ada didalam mimpiku sampai seminggu. Saat itu juga aku sudah membulatkan tekat kalau dia adalah jodohku. Aku mulai menceritakan semua yang terjadi. Termaksud calon istriku kepada keluargaku.  Awalnya mereka menolak. Namun dengan apa yang kujelaskan maka mereka mulai menerima.
Setelah berdialog dengan keluarga.. Ibuku menyuruhku untuk mengirim pesan kepadanya. Saat mendengar tanggapan ibu, maka aku langsung melakukannya. 

“ Maukah kamu menikah denganku?”

Aku menunggu balasan dari Mut’mainnah. Namun satu jam lamanya tidak ada balasan. Didalam kamar aku sudah tidak tahan lagi. Bagaimana balasanya. Berulang kali aku terus melihat jarum jam. Hampir 3 jam tidak ada balasan darinya. Sampai aku tertidur dengan handphoneku sendiri diatas tempat tidur.  

Di pagi hari saat aku hendak mengerjakan solat subuh. Ada sebuah sms yang belum kubaca. Saat melihat namanya pada berita masuk. Perasaanku sedikit senang.  Aku yakin pasti dia akan menerima tawaranku. Namun balasannya sangat mengecewakanku. Aku tidak percaya kalau Mut’mainnah membalas pesannya seperti ini.  

Jangan kau menikahiku karena hiba kepadaku..Seharus kamu berpikir lebih awal dulu. Kamu lelaki yang tanpan, cerdas dan berpendidikan tinggi,  masih banyak wanita diluar sana lebih  cantik. Malahan mereka lebih sempurna dibandingkan denganku. Pernikahan merupakan ikatan yang amat suci dimana dua insan yang berlainan jenis dapat hidup bersama dengan direstui agama, kerabat, dan masyarakat.

Aku mulai bingung dengan balasanya. Hanya kepasraan yang bisa kumiliki. Ketergantunganku kepada Allah semata. Cintaku atas karunia-Nya. Dan jodohku atas karunia-Nya juga. Aku coba membalas balasan kepadanya.

“ Tidak.. Aku tidak pernah hiba kepadamu. Sesungguhnya kamu adalah jodohku.. Dan semua ini sudah menjadi keputusan Allah. Saat ini aku harus bisa menerimamu karena Allah”balasku. Aku mulai menjelaskan apa yang terjadi. Sampai-sampai aku harus menangis membaca balasanya.

“Apakah aku bisa membantumu kelak nanti ketika aku menjadi istrimu?”

“Insya Allah.. Allalah yang memiliki kekuatan”balasku dengan balasan yang sangat putus asa. Sambil menunggu balasanya. Aku mengangkatkan tanganku diatas. Berharap balasan terakhir darinnya dengan sungguh-sungguh untuk menerima tawaranku untuk menjadi istrinya.

Saat suara azan dikomandangkan disubuh hari. Saat itu handphoneku berbunyi. Diperkirakan balasan darinya. Aku harus bisa menerima apa yang menjadi keputusannya. Kalau tidak diterima, maka ini adalah keputusan Allah.

“ Saat kamu mendengar suara Azan yang begitu indah. Aku terima tawaranmu.. Insya Allah aku siap menikah denganmu. Ini atas izin Allah aku terima.”

Dengan cepat kepalaku langsung bersujud kepada Allah. Mengucapkan syukur kepada-Nya, walau berlinang air mata. Aku menyakini kalau Mut’mainnah adalah istriku terbaik sampai akhir hayatku nanti.

***

3 tahun lamanya pernikahan kami. Alhandulillah kami dikarunia dua orang anak. Yang pertama anakku seorang lelaki yang kami berinama Ahmad Faisal, dan yang kedua seorang wanita diberi nama Salsabilah.

Istriku melakukan apa yang biasa dilakukan seperti istri-istri  pada umumnya. Pandai  memasak dan merawat kedua anakku. Hebatnya lagi istriku menulis sebuah catatan mengenai kisah kami berdua. Saat itu juga aku berencana untuk mengirimnya kesalah satu penerbit di Malang. Ada temanku yang bekerja diperusahan penerbitan.  Istriku melarangku untuk mengirimnya. Katanya kisah ini hanya untuk kami berdua dan kedua anakku
Share this post :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Sang Hafidz Dari Timur - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger