Headlines News :
Home » » Politik di Rumah Kopi

Politik di Rumah Kopi

Written By Munawir Borut on Selasa, 21 Januari 2014 | 22.50



Saya sebenarnya salah duduk pada satu tempat. Awalnya saya mengira bahwa ini adalah sebuah rumah kopi. Tapi ternyata rumah kopi ini sangat berbeda dengan rumah kopi yang lainya. Orang-orang selalu menyebutkan bahwa bukan rumah kopi melainkan kampus. Ya, julukkan yang sangat unik bagi saya. Sebuah kampus dimana semua orang sedang berkumpul membicarakan politk. Kalau aku tidak salah namanya KAMPUS B. Kampus A merupakan bagian dari akedemik dan kumpulan para dosen dan Mahasiswa. Saling berdiskusi. Sedangkan kampus B adalah kumpulan para aktivis yang sedang berdiskusi mengenai politk dan pekembangan kandidat mereka.

Dua bulan yang lalu saya tidak memilih karena saya membenci setiap orang yang mengucapkan dengan bibir dan selalu mengatakan bahwa mereka bisa membangun provinsi kecil ini. Lalu saya berada pada kondisi dimana semua orang berbicara politk di dalam rumah kopi. Bukan lain adalah menjagokan setiap kandidat. Semua kandidat yang kuanggap adalah bangsat. Yang satu ngomong gede, dan seperti supermen. Dan yang satu adalah anak muda yang berjiwa kepempinan, dan mengaku punya link di America, karena perna kuliah di Harvad unversity. Tapi saat saya menjadi asisten penilit untuk salah seorang teman yang kuliahnya di Harvad. Dia hanya tertawa.
“Dia nga kuliah di Harvard. Dia hanya mendapatkan kesempatan untuk mengunjungi Harvad selama 2 minggu saja”terang teman saya. Saya tersenyum. Ternyata saya tertipu juga dalam ucapannya.
Saya akan ceritakan sedikit mengenai Kampus B. Apa ya... saya bingung kalau berada di kampus B. Pertama di berada di Kampus B. Saya salah duduk. Saya sedang membaca sebuah novel. Lalu satu persatu datang dan duduk di dekat saya. Saya tidak mengenal mereka. Suara mereka besar-besar. Apa lagi tertawa mereka. Kemudian saya melihat sepatu mereka. Saya dengan sendal. Dan mereka hampir semuanya dengan sepatu yang begitu bagus dan mantap. Aku melihat mereka dari bawah sampai ke atas. Subahannalah... Mantap. Sepatu kulit, satu bungkus rokok sampoerna di tangan mereka, dan hap bermerk balckbery.
Lalu satu orang datang berkomentar
“Kita lihat saja siapa yang akan menang?”satu lelaki berkata sambil berdiri
“Kata siapa kandidatmu akan menang. Punya wilaya dimana?”
“Heiiiiiiii.. Dia bupati. Otomatis dia akan menang di wilayahnya”
Lelaki yang berkomentar tertawa. Saya mengangka  kepala. Memengang bibir. Kalau tidak saya harus mengigit bibir karena bingun sendiri. Saya tidak tahu apa yang ada dalam setiap otak mereka. Kalau saya berpikir sama halnya teman saya yang sedang melanjutkan S3 di Harvad. Apa yang saya dapatkan dari teman saya adalah bahwa Polik itu uang. Uang berada pada wilayah kekuasaan. Di satu sisi juga tidak ada lapangan kerja bagi mahasiswa yang lulus dari satu universtas. Perusahan swasta tidak ada. Maka pilihan terakhir dan tuntutan perut adalah jawaban untuk menjadi pengamat politik abal-abal.
Di Kampus B saya menemukan mereka semuanya berada pada dilema untuk menjadi seorang pakar atau bukan. Bagkround yang tidak menjamin. Saya tidak berani membicarakan soal politk. Karena menurut saya politk adalah Tai. Ilmunya pasti. Tapi orang-orang yang berada pada area politik adalah para bangsat.
Share this post :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Sang Hafidz Dari Timur - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger