Saya
sebenarnya salah duduk pada satu tempat. Awalnya saya mengira bahwa ini adalah
sebuah rumah kopi. Tapi ternyata rumah kopi ini sangat berbeda dengan rumah
kopi yang lainya. Orang-orang selalu menyebutkan bahwa bukan rumah kopi
melainkan kampus. Ya, julukkan yang sangat unik bagi saya. Sebuah kampus dimana
semua orang sedang berkumpul membicarakan politk. Kalau aku tidak salah namanya
KAMPUS B. Kampus A merupakan bagian dari akedemik dan kumpulan para dosen dan
Mahasiswa. Saling berdiskusi. Sedangkan kampus B adalah kumpulan para aktivis
yang sedang berdiskusi mengenai politk dan pekembangan kandidat mereka.
Dua
bulan yang lalu saya tidak memilih karena saya membenci setiap orang yang
mengucapkan dengan bibir dan selalu mengatakan bahwa mereka bisa membangun
provinsi kecil ini. Lalu saya berada pada kondisi dimana semua orang berbicara
politk di dalam rumah kopi. Bukan lain adalah menjagokan setiap kandidat. Semua
kandidat yang kuanggap adalah bangsat. Yang satu ngomong gede, dan seperti
supermen. Dan yang satu adalah anak muda yang berjiwa kepempinan, dan mengaku
punya link di America, karena perna kuliah di Harvad unversity. Tapi saat saya
menjadi asisten penilit untuk salah seorang teman yang kuliahnya di Harvad. Dia
hanya tertawa.
“Dia
nga kuliah di Harvard. Dia hanya mendapatkan kesempatan untuk mengunjungi
Harvad selama 2 minggu saja”terang teman saya. Saya tersenyum. Ternyata saya
tertipu juga dalam ucapannya.
Saya
akan ceritakan sedikit mengenai Kampus B. Apa ya... saya bingung kalau berada
di kampus B. Pertama di berada di Kampus B. Saya salah duduk. Saya sedang
membaca sebuah novel. Lalu satu persatu datang dan duduk di dekat saya. Saya
tidak mengenal mereka. Suara mereka besar-besar. Apa lagi tertawa mereka.
Kemudian saya melihat sepatu mereka. Saya dengan sendal. Dan mereka hampir
semuanya dengan sepatu yang begitu bagus dan mantap. Aku melihat mereka dari
bawah sampai ke atas. Subahannalah... Mantap. Sepatu kulit, satu bungkus rokok
sampoerna di tangan mereka, dan hap bermerk balckbery.
Lalu
satu orang datang berkomentar
“Kita
lihat saja siapa yang akan menang?”satu lelaki berkata sambil berdiri
“Kata
siapa kandidatmu akan menang. Punya wilaya dimana?”
“Heiiiiiiii..
Dia bupati. Otomatis dia akan menang di wilayahnya”
Lelaki
yang berkomentar tertawa. Saya mengangka
kepala. Memengang bibir. Kalau tidak saya harus mengigit bibir karena
bingun sendiri. Saya tidak tahu apa yang ada dalam setiap otak mereka. Kalau
saya berpikir sama halnya teman saya yang sedang melanjutkan S3 di Harvad. Apa
yang saya dapatkan dari teman saya adalah bahwa Polik itu uang. Uang berada
pada wilayah kekuasaan. Di satu sisi juga tidak ada lapangan kerja bagi
mahasiswa yang lulus dari satu universtas. Perusahan swasta tidak ada. Maka
pilihan terakhir dan tuntutan perut adalah jawaban untuk menjadi pengamat
politik abal-abal.
Di
Kampus B saya menemukan mereka semuanya berada pada dilema untuk menjadi
seorang pakar atau bukan. Bagkround yang tidak menjamin. Saya tidak berani
membicarakan soal politk. Karena menurut saya politk adalah Tai. Ilmunya pasti.
Tapi orang-orang yang berada pada area politik adalah para bangsat.
Posting Komentar